Surabaya, 24 Oktober 2024 – Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam rangka bulan bahasa dan sastra, memperingati 100 Tahun A.A. Navis di Hotel Swiss-Belinn Manyar Kota Surabaya, Kamis (24/10/2024).
Peringatan 100 Tahun A.A. Navis bertujuan memperkenalkan kembali karya dan pemikiran A.A. Navis kepada publik secara luas, terutama kepada generasi muda.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa timur, Dr. Umi Kulsum, S.S., M.Hum, mengatakan dalam pidatonya Peringatan bulan bahasa dan sastra tahun 2024, erat kaitannya dengan sumpah pemuda yg menegaskan bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia yang diucapkan pada bulan Oktober.
Untuk membentuk generasi emas, dilakukan melalui peningkatan potensi yang kreatif, kritis dan imajinatif dalam karya sastra pada generasi muda. Dengan meneladani A.A Navis. harap Umi Kulsum.
Peringatan 100 Tahun A.A Navis ini, diisi dengan Pertunjukan teater dari SMKN 12 Surabaya yang mengadaptasi cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis
Peringatan Bulan Bahasa dan sastra tahun 2024 dilanjut dengan kegiatan Gelar Wicara dengan narasumber Mashuri (Sastrawan) dan Bramantio, M.Hum. (kritikus sastra, dosen Universitas Airlangga)
Acara semakin semarak dengan kehadiran ratusan peserta dari berbagai unsur, yaitu guru bahasa dan sastra dan siswa; dosen dan mahasiswa Sastra Indonesia; komunitas literasi, sastra, seni, dan budaya; sastrawan dan pegiat sastra;
Tentang Peringatan 100 Tahun A. A. Navis
A.A. Navis bernama lengkap Haji Ali Akbar Navis yang lahir pada 17 November 1924 di Kampung Jawa, Padangpanjang, Sumatera Barat. Ia merupakan seorang budayawan, sekaligus sastrawan terkemuka Indonesia.
A.A. Navis sudah menulis 65 karya sastra dalam berbagai bentuk, seperti “Robohnya Surau Kami” yang berhasil dinobatkan sebagai cerpen terbaik dalam majalah Kisah tahun 1955 dan cerpen “Saraswati, Si Gadis dalam Sunyi” yang juga ditetapkan sebagai cerpen remaja terbaik oleh Unesco/Ikapi pada tahun 1988.
Julukan yang diberikan pada A.A Navis adalah “pencemooh nomor wahid” dan “sastrawan satiris ulung”. Julukan itu muncul dalam berbagai tulisan tentang Navis, antara lain sebagaimana yang muncul dalam majalah Sastra, Volume I, Edisi 3 Juli 2002. Gelar sebagai “pencemooh nomor wahid” atau “satiris ulung” itu tentu saja berkorelasi dengan gaya penulisan dan penggambaran karakter tokoh-tokoh yang kritis terhadap berbagai persoalan kehidupan dalam karya-karyanya.